Sunday, April 29, 2012

PAILIT (KEBANGKRUTAN)


Pengertian dan Syarat Kepailitan

Latar Belakang
Peraturan mengenai kepailitan telah ada sejak masa lampau, dimana para kreditor menggunakan pailit untuk mengancam debitor agar segera melunasi hutangnya. Semakin pesatnya perkembangan ekonomi menimbulkan semakin banyaknya permasalahan utang-piutang di masyarakat. Di Indonesia, peraturan mengenai kepailitan telah ada sejak tahun 1905. Saat ini, Undang-Undang yang  digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kepailitan adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”).

Pengertian Kepailitan
Pengertian dari bangkrut atau pailit menurut Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan antara lain, keadaan dimana seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya. Sedangkan, kepailitan menurut UU Kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Syarat dan Putusan Kepailitan
Bilamana suatu perusahaan dapat dikatakan pailit, menurut UU Kepailitan adalah jika suatu perusahaan memenuhi syarat-syarat yuridis kepailitan. Syarat-syarat tersebut menurut Pasal 2 UU Kepailitan meliputi adanya debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Kreditor dalam hal ini adalah kreditor baik konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Sedangkan utang yang telah jatuh waktu berarti kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihan sesuai perjanjian ataupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase.
Permohonan pailit menurut UU Kepailitan dapat diajukan oleh debitor, satu atau lebih kreditor, jaksa, Bank Indonesia, Perusahaan Efek atau Perusahaan Asuransi.

Prosedur Permohonan Pernyataan Pailit Pada Pengadilan Niaga
Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, prosedur permohonan Pailit adalah sebagai berikut:
  1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera. (Pasal 6 ayat 2).
  2. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan, pengadilan menetapkan hari sidang.
  3. Sidang pemeriksaan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan (pasal 6).
  4. Pengadilan wajib memanggil Debitor jika permohonan pailit diajukan oleh Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan (Pasal 8).
  5. Pengadilan dapat memanggil Kreditor jika pernyataan pailit diajukan oleh Debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan pailit telah dipenuhi (Pasal 8).
  6. Pemanggilan tersebut dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat paling lama 7 hari sebelum persidangan pertama diselenggarakan (Pasal 8 ayat 2).
  7. Putusan Pengadilan atas permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta terbukti bahwa persyaratan pailit telah terpenuhi dan putusan tersebut harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah didaftarkan (Pasal 8).
  8. Putusan atas permohonan pernyataan pailit tersebut harus memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut berikut pendapat dari majelis hakim dan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, sekalipun terhadap putusan tersebut ada upaya hukum (Pasal 8 ayat 7).
Permohonan Pernyataan Pailit oleh Debitur dan Kreditur
Dalam mengajukan permohonan kepailitan atau penundaan pembayaran utang kepada Pengadilan Niaga, baik kreditor atau debitor harus memastikan kelengkapan dokumen yang diserahkan.

Permohonan oleh Debitor
Menurut pasal 4 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 dinyatakan bahwa dalam hal pernyataan pailit diajukan oleh debitor yang masih terikat dalam pernikahan yang sah, permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istri. Maka kelengkapan dokumen yang harus dikumpulkan adalah sebagai berikut:
  1. Surat permohonan bermaterai yang ditujukan kepada ketua pengadilan negeri/niaga yang bersangkutan;
  2. Izin pengacara yang telah dilegalisasi
  3. Surat kuasa khusus;
  4. Kartu Identitas Penduduk (KTP) dari suami atau istri yang masih berlaku;
  5. Persetujuan dari suami atau istri yang dilegalisasi;
  6. Daftar asset dan tanggung jawab; dan
  7. Neraca pembukuan terakhir (dalam hal perseorangan memiliki perusahaan).
Permohonan oleh Kreditor
Jika permohonan dilakukan oleh kreditor, maka pihak kreditor harus melengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut:
  1. Surat permohonan bermaterai yang ditujukan kepada ketua pengadilan negeri/niaga yang bersangkutan;
  2. Izin pengacara yang dilegalisasi/kartu pengacara;
  3. Surat kuasa khusus;
  4. Akta pendaftaran/yayasan/asosiasi yang dilegalisasi oleh kantor perdagangan paling lambat satu minggu sebelum permohonan didaftarkan;
  5. Surat perjanjian utang;
  6. Perincian utang yang tidak dibayar;
  7. Nama serta alamat masing-masing debitor;
  8. Tanda kenal debitor;
  9. Nama serta alamat mitra usaha;
  10. Terjemahan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris oleh penerjemah resmi (jika menyangkut unsur asing);
Badan Pengawas Pasar Modal dan Menteri Keuangan Sebagai Subyek Pemohon Pailit
Selain Kejaksaan dan Bank Indonesia, pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit menurut Undang-Undang Kepailitan Indonesia Nomor 37 Tahun 2004  Pasal 2 adalah  Badan Pengawas Pasar Modal dan Menteri Keuangan.

Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
Dalam hal dimana debitur merupakan Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.

Menurut penjelasan Pasal 2 dari Undang-Undang Kepailitan Indonesia, BAPEPAM  mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada dibawah pegawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank. Hal ini sangat tepat mengingat pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh BAPEPAM dengan tujuan untuk menciptakan kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar dan efisien.

Menteri Keuangan
Dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, dana pensiun atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik,  menurut pasal 2 (dua) ayat 5 (lima) Undang-Undang Kepailitan, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Dalam penjelasan ayat 5 (lima) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Perusahaan Asuransi adalah Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi Kerugian.
Kewenangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi Perusahaan Asuransi dan Dana Pensiun sepenuhnya ada di Menteri Keuangan. Ketentuan ini sangat diperlukan mengingat Perusahaan Asuransi sebagai lembaga pengelola resiko dan sekaligus lembaga pengelola dana masyarakat memiliki kedudukan yang strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian. Selain itu juga Dana Pensiun merupakan pengelolaan dana masyarakat dalam jumlah yang besar dan dana tersebut merupakan hak dari peserta yang banyak jumlahnya.
Menteri Keuangan dalam hal ini sangat tepat untuk menjadi pihak yang memohonkan kepailitan, mengingat keberadaan masyarakat sebagai golongan ekonomi yang lemah akan kebutuhan hukum.

Kejaksaan dan Bank Indonesia sebagai Subyek Pemohon Pailit
Subyek pemohon kepailitan dapat berbeda-beda, menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Nomor 37 Tahun 2004. Pasal 2 menyebutkan bahwa subyek pemohon dapat diajukan oleh Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, Perusahaan Asuransi dan Menteri Keuangan

Kejaksaan
Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum. Kepentingan umum dalam hal ini menurut penjelasan Undang-Undang Kepailitan adalah kepentingan bangsa dan Negara dan atau masyarakat luas, misalnya:
  1. Debitor melarikan diri;
  2. Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaannya;
  3. Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;
  4. Debitor mempunyai utang yang berasal dari perhimpunan dana masyarakat luas;
  5. Debitor tidak beritikad baik atau kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
  6. Dalam hal yang lainnya, yang menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.
Tata cara pengajuan permohonan pailit oleh Kejaksaan adalah sama dengan permohonan yang diajukan oleh Kreditor maupun Debitor hanya saja tidak menggunakan jasa advokat.

Bank Indonesia
Menurut Undang-Undang Perbankan Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Ketika sebuah bank mengalami kepailitan, maka Bank Indonesia merupakan pihak yang berwenang untuk mencabut ijin usaha bank oleh Pimpinan Bank Indonesia yang berujung likuidasi dan juga memohonkan putusan kepailitan.
Dalam Undang-Undang Perbankan Indonesia, tidak ditentukan secara jelas mengenai kepailitan bank dengan demikian suatu bank dapat dinyatakan pailit oleh hakim berdasarkan peraturan yang berlaku umum bagi kepailitan yaitu UU Kepailitan Indonesia Nomor 37 Tahun 2004.


sumber:

Cara Membuat PT dan Cara Membubarkannya

Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.

Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas.

Selain berasal dari saham, modal PT dapat pula berasal dari obligasi. Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut.
 
Mekanisme Pendirian PT

Untuk mendirikan PT, harus dengan menggunakan akta resmi ( akta yang dibuat oleh notaris ) yang di dalamnya dicantumkan nama lain dari perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat perusahaan, dan lain-lain. Akta ini harus disahkan oleh menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (dahulu Menteri Kehakiman). Untuk mendapat izin dari menteri kehakiman, harus memenuhi syarat sebagai berikut:


Syarat umum pendirian Perseroan Terbatas (PT)
  • Fotokopi KTP para pemegang saham dan pengurus, minimal 2 orang
  • Fotokopi KK penanggung jawab / Direktur
  • Nomor NPWP Penanggung jawab
  • Pas foto penanggung jawab ukuran 3X4 (2 lbr berwarna)
  • Fotokopi PBB tahun terakhir sesuai domisili perusahaan
  • Fotokopi surat kontrak/sewa kantor atau bukti kepemilikan tempat usaha
  • Surat keterangan domisili dari pengelola gedung jika berdomisili di Gedung Perkantoran
  • Surat keterangan RT/RW (jika dibutuhkan, untuk perusahaan yang berdomisili di lingkungan perumahan) khusus luar jakarta
  • Kantor berada di wilayah perkantoran/plaza, atau ruko, atau tidak berada di wilayah pemukiman.
  • Siap disurvei

Syarat pendirian PT secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 adalah sebagai berikut:
  • Pendiri minimal 2 orang atau lebih (ps. 7(1))
  • Akta Notaris yang berbahasa Indonesia
  • Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan (ps. 7 ayat 2 & ayat 3)
  • Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri kehakiman dan diumumkan dalam BNRI (ps. 7 ayat 4)
  • Modal dasar minimal Rp. 50jt dan modal disetor minimal 25% dari modal dasar (ps. 32, ps 33)
  • Minimal 1 orang direktur dan 1 orang komisaris (ps. 92 ayat 3 & ps. 108 ayat 3)
  • Pemegang saham harus WNI atau Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, kecuali PT. PMA
  • Perseroan terbatas tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan
  • Akta pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan Undang-Undang
  • Paling sedikit modal yang ditempatkan dan disetor adalah 25% dari modal dasar. (sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1995 & UU No. 40 Tahun 2007, keduanya tentang perseroan terbatas)
Setelah mendapat pengesahan, dahulu sebelum adanya UU mengenai Perseroan Terbatas (UU No. 1 tahun 1995) Perseroan Terbatas harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat, tetapi setelah berlakunya UU NO. 1 tahun 1995 tersebut, maka akta pendirian tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Perusahaan (sesuai UU Wajib Daftar Perusahaan tahun 1982) (dengan kata lain tidak perlu lagi didaftarkan ke Pengadilan negeri, dan perkembangan tetapi selanjutnya sesuai UU No. 40 tahun 2007, kewajiban pendaftaran di Kantor Pendaftaran Perusahaan tersebut ditiadakan juga. Sedangkan tahapan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia ( BNRI ) tetap berlaku, hanya yang pada saat UU No. 1 tahun 1995 berlaku pengumuman tersebut merupakan kewajiban Direksi PT yang bersangkutan tetapi sesuai dengan UU NO. 40 tahun 2007 diubah menjadi merupakan kewenangan/kewajiban Menteri Hukum dan HAM.

Setelah tahap tersebut dilalui maka perseroan telah sah sebagai badan hukum dan perseroan terbatas menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya.
 

 
Modal dasar perseroan adalah jumlah modal yang dicantumkan dalam akta pendirian sampai jumlah maksimal bila seluruh saham dikeluarkan. Selain modal dasar, dalam perseroan terbatas juga terdapat modal yang ditempatkan, modal yang disetorkan dan modal bayar. Modal yang ditempatkan merupakan jumlah yang disanggupi untuk dimasukkan, yang pada waktu pendiriannya merupakan jumlah yang disertakan oleh para persero pendiri. Modal yang disetor merupakan modal yang dimasukkan dalam perusahaan. Modal bayar merupakan modal yang diwujudkan dalam jumlah uang.


Pembagian perseroan terbatas

PT terbuka

Perseroan terbuka adalah perseroan terbatas yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal (go public). Jadi sahamnya ditawarkan kepada umum, diperjualbelikan melalui bursa saham dan setiap orang berhak untuk membeli saham perusahaan tersebut.

PT tertutup

Perseroan terbatas tertutup adalah perseroan terbatas yang modalnya berasal dari kalangan tertentu misalnya pemegang sahamnya hanya dari kerabat dan keluarga saja atau kalangan terbatas dan tidak dijual kepada umum.


PT kosong

Perseroan terbatas kosong adalah perseroan terbatas yang sudah tidak aktif menjalankan usahanya dan hanya tinggal nama saja.

Pembagian Wewenang Dalam PT

Dalam perseroan terbatas selain kekayaan perusahaan dan kekayaan pemilik modal terpisah juga ada pemisahan antara pemilik perusahaan dan pengelola perusahaan. Pengelolaan perusahaan dapat diserahkan kepada tenaga-tenaga ahli dalam bidangnya ( profesional ). Struktur organisasi perseroan terbatas terdiri dari pemegang saham, direksi, dan komisaris.

Dalam PT, para pemegang saham melimpahkan wewenangnya kepada direksi untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan sesuai dengan tujuan dan bidang usaha perusahaan. Dalam kaitan dengan tugas tersebut, direksi berwenang untuk mewakili perusahaan, mengadakan perjanjian dan kontrak, dan sebagainya. Apabila terjadi kerugian yang amat besar ( diatas 50 % ) maka direksi harus melaporkannya ke para pemegang saham dan pihak ketiga, untuk kemudian dirapatkan.

Komisaris memiliki fungsi sebagai pengawas kinerja jajaran direksi perusahaan. Komisaris bisa memeriksa pembukuan, menegur direksi, memberi petunjuk, bahkan bila perlu memberhentikan direksi dengan menyelenggarakan RUPS untuk mengambil keputusan apakah direksi akan diberhentikan atau tidak.

Dalam RUPS/Rapat Umum Pemegang Saham, semua pemegang saham sebesar/sekecil apapun sahamnya memiliki hak untuk mengeluarkan suaranya. Dalam RUPS sendiri dibahas masalah-masalah yang berkaitan dengan evaluasi kinerja dan kebijakan perusahaan yang harus dilaksanakan segera. Bila pemegang saham berhalangan, dia bisa melempar suara miliknya ke pemegang lain yang disebut proxy. Hasil RUPS biasanya dilimpahkan ke komisaris untuk diteruskan ke direksi untuk dijalankan.

Isi RUPS :

* Menentukan direksi dan pengangkatan komisaris

* Memberhentikan direksi atau komisaris

* Menetapkan besar gaji direksi dan komisaris

* Mengevaluasi kinerja perusahaan

* Memutuskan rencana penambahan/pengurangan saham perusahaan

* Menentukan kebijakan perusahaan

* Mengumumkan pembagian laba ( dividen )


Keuntungan Membentuk Perusahaan Perseroan Terbatas

Keuntungan utama membentuk perusahaan perseroan terbatas adalah:

1. Kewajiban terbatas. Tidak seperti partnership, pemegang saham sebuah perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk obligasi dan hutang perusahaan. Akibatnya kehilangan potensial yang "terbatas" tidak dapat melebihi dari jumlah yang mereka bayarkan terhadap saham. Tidak hanya ini mengijinkan perusahaan untuk melaksanakan dalam usaha yang beresiko, tetapi kewajiban terbatas juga membentuk dasar untuk perdagangan di saham perusahaan.
2. Masa hidup abadi. Aset dan struktur perusahaan dapat melewati masa hidup dari pemegang sahamnya, pejabat atau direktur. Ini menyebabkan stabilitas modal, yang dapat menjadi investasi dalam proyek yang lebih besar dan dalam jangka waktu yang lebih panjang daripada aset perusahaan tetap dapat menjadi subyek disolusi dan penyebaran. Kelebihan ini juga sangat penting dalam periode pertengahan, ketika tanah disumbangkan kepada Gereja (sebuah perusahaan) yang tidak akan mengumpulkan biaya feudal yang seorang tuan tanah dapat mengklaim ketika pemilik tanah meninggal. Untuk hal ini, lihat Statute of Mortmain.
3. Efisiensi manajemen. Manajemen dan spesialisasi memungkinkan pengelolaan modal yang efisien sehingga memungkinkan untuk melakukan ekspansi. Dan dengan menempatkan orang yang tepat, efisiensi maksimum dari modal yang ada. Dan juga adanya pemisahan antara pengelola dan pemilik perusahaan, sehingga terlihat tugas pokok dan fungsi masing-masing.

Kelemahan Perusahaan Perseroan Terbatas

1. Kerumitan perizinan dan organisasi. Untuk mendirikan sebuah PT tidaklah mudah. Selain biayanya yang tidak sedikit, PT juga membutuhkan akta notaris dan izin khusus untuk usaha tertentu. Lalu dengan besarnya perusahaan tersebut, biaya pengorganisasian akan keluar sangat besar. Belum lagi kerumitan dan kendala yang terjadi dalam tingkat personel. Hubungan antar perorangan juga lebih formal dan berkesan kaku.

Hal-hal hasil RUPS yang harus mendapatkan pengesahan dan yang hanya cukup didaftarkan

Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 hal-hal dari hasil RUPS yang perlu mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Ham adalah :

1. Perubahan atas nama perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroaan;
2. Perubahan Maksud dan Tujuan serta kegiatan usaha perseroaan;
3. Perubahan jangka waktu berdirinya Perseroaan;
4. Perubahan besarnya modal dasar;
5. Perubahan pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau
6. Perubahan Perseroaan dari status tertutup menjadi terbuka atau bisa juga sebaliknya

Sementara itu hasil RUPS yang cukup didaftarkan saja adalah:


1. Pengangkatan dan pemberhentian Dewan Komisaris dan Direksi
2. Penambahan modal ditempatkan atau disetor

Cara membubarkan / likuidasi PT

Tujuan utama dari likuidasi itu sendiri adalah untuk melakukan pengurusan dan pemberesan atas harta perusahaan yang dibubarkan tersebut. Tahap likuidasi wajib dilakukan ketika sebuah Perseroan dibubarkan, dimana pembubaran Perseroan tersebut bukanlah akibat dari penggabungan dan peleburan. Perseroan yang dinyatakan telah bubar tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi.

Tahap-Tahap Likuidasi
Dalam hal terjadinya pembubaran Perseroan sesuai yang tercantum dalam pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”), maka Pasal 142 ayat (2) huruf a UUPT menentukan bahwa setelah pembubaran perseroan karena alasan-alasan yang dimaksud dalam pasal 142 ayat (1) UUPT wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator.
Berikut ini adalah tahap-tahap Likuidasi sebuah Perseroan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 147 sampai dengan pasal 152 UUPT:
 
1. Tahap Pengumuman dan Pemberitahuan Pembubaran Perseroan
Terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari, Likuidator wajib memberitahukan kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia. Selanjutnya, Likuidator juga wajib memberitahukan pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi. (Pasal 147 ayat (1) UUPT).
Kemudian, likuidator melakukan pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia. sebagaimana yang dimaksud diatas, pemberitahuan harus memuat pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya; nama dan alamat likuidator; tata cara pengajuan tagihan dan jangka waktu pengajuan tagihan. Jangka waktu pengajuan tagihan tersebut adalah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman pembubaran Perseroan. Dalam hal pemberitahuan kepada Menteri tentang pembubaran Perseroan, likuidator wajib melengkapi dengan bukti dasar hukum pembubaran Perseroan dan pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar. (Pasal 147 ayat (2), (3) dan (4) UUPT).
Apabila pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri belum dilakukan, pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi orang ketiga. Jika likuidator lalai melakukan pemberitahuan tersebut, likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga. (Pasal 148 ayat (1) dan (2) UUPT).

2. Tahap Pencatatan dan Pembagian Harta Kekayaan
Selanjutnya, menurut Pasal 149 ayat (1) UUPT, kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi harus meliputi pelaksanaan:
  1. Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan
  2. Pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi.
  3. Pembayaran kepada para kreditor.
  4. Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham.
  5. Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
Kemudian dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan. (Pasal 149 ayat (2) UUPT).

3. Tahap Pengajuan Keberatan Kreditor
Kreditor dapat mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam) puluh hari terhitung sejak tanggal pengumuman pembubaran Perseroan. Dalam hal pengajuan keberatan tersebut ditolak oleh likuidator, kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan (Pasal 149 ayat (3) dan (4)).
Kemudian kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan jangka waktu tersebut, dan kemudian ditolak oleh likuidator dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung tanggal penolakan, sebaliknya kreditor yang belum mengajukan tagihannya dapat mengajukan melalui pengadilan negeri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran perseroan diumumkan (Pasal 150 ayat (1) dan (2)). Tagihan yang diajukan kreditor tersebut dapat dilakukan dalam hal terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukkan bagi pemegang saham. Dengan demikian pemegang saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil tersebut secara proposional dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah tagihan (Pasal 150 ayat (3), (4) dan (5) UUPT).
Apabila dalam hal likuidator tidak dapat melaksanakan kewajibannya seperti yang diatur, atas permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan ketua pengadilan negeri dapat mengangkat Likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama. Pemberhentian likuidator tersebut, dilakukan setelah yang bersangkutan dipanggil untuk didengar keterangannya (Pasal 151 ayat (1) dan (2) UUPT).

4. Tahap Pertanggung Jawaban Likuidator
Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi Perseroaan yang dilakukan dan kurator bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi Perseroan yang dilakukan (Pasal 152 ayat (1) UUPT).

5. Tahap Pengumuman Hasil Likuidasi
Kemudian, likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam Surat Kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggung jawaban likuidator yang ditunjuknya. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi kurator yang pertanggung jawabannya telah diterima oleh hakim pengawas (Pasal 152 ayat (3) dan (4) UUPT).
Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari daftar Perseroan, setelah ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 152 ayat (3) dan ayat (4) dipenuhi. Ketentuan ini berlaku juga bagi berakhirnya status badan hukum Perseroan karena Penggabungan, Peleburan atau Pemisahan (Pasal 152 ayat (5) dan (6) UUPT).
Selanjutnya, pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud Pasal 152  ayat (3) dan (4) UUPT dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator atau kurator diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim pengawas (Pasal 152 ayat (7) UUPT).
Tahapan-tahapan likuidasi telah dinilai selesai pada saat Menteri mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam Berita Negara Republik Indonesia


sumber :